Kombinasi batik-tenun
Selain batik dan tenun, adapula kain hasil kombinasi keduanya. Bahan dasarnya adalah kain lurik dan dikerjakan dengan teknik tenunan sehingga metode batik tulis tidak dapat diaplikasikan.
Batik Tenun metode cap. (Sumber: Fitinline.com)
Batik Tenun metode sablon. (Sumber: Fitinline.com)
Caranya, kain lurik terlebih dahulu ditenun untuk kemudian ditambahkan motif batik dengan metode cap dan sablon. Jadilah batik dengan tekstur unik tenun khas Jepara!
Setelah membaca artikel ini, Anda sudah tahu, kan, harus membawa buah tangan apa jika mengunjungi Jepara? :)
Referensi: Fitinline.com, Kaintroso.com, Blog NgertiBatik
Kabupaten Jepara terletak di bagian utara provinsi Jawa Tengah. Itu berbatasan dengan Laut Jawa di utara dan barat, Kabupaten Pati dan Kudus di timur, dan Kabupaten Demak di selatan. Wilayah Kabupaten Jepara juga terdiri dari kepulauan Karimunjawa yang terletak di Laut Jawa.
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Secara umum, rumah bagiku artinya adalah sebagai tempat di mana kita merasa nyaman dan sepenuhnya menjadi diri sendiri. Rumah adalah tempat di mana kita tidak perlu berupaya untuk memberikan impresi kepada siapapun. Tempat yang aman dan membuat kita selalu betah sehingga ingin selalu kembali.
Namun di masa pandemi, kata rumah dalam arti yang sebenarnya seakan bergeser. Aku merasa pandemi ini memaksa kita untuk diam di rumah dan menghadapi pikiran-pikiran kita sendiri. Rumah dalam arti yang sebenarnya malah bisa jadi bukan zona nyaman saat ini, melainkan tempat yang menantang. Bayangkan kita harus bersama keluarga setiap hari dan tentunya semakin sering kita bertemu, semakin sering timbul friksi. Kalau aku ditanyakan sekarang zona nyamanku ada di mana, mungkin aku akan jawab di luar kota, berlibur. Apalagi aku adalah seorang ekstrover yang suka bertemu banyak orang. Di saat seperti sekarang yang membatasiku bertemu banyak orang tapi tetap harus mengeluarkan ide dan konsep kreatif untuk menghasilkan karya, bisa membuatku tidak nyaman.
Sebenarnya, tidak ada salahnya ingin selalu berada di zona nyaman. Tapi ingatlah bahwa di dalam zona nyaman kita akan kesulitan untuk bertahan dan berjuang. Terkadang saat berada di zona nyaman kita rela untuk melewatkan sesuatu yang luar biasa demi mempertahankan kondisi di mana kita tahu tidak akan hal buruk yang berisiko membahayakan. Hanya saja, aku yakin bahwa normalnya, manusia tidak bisa selalu berada di zona nyaman selama yang diinginkan. Pada satu titik hidup, kita “dipaksa” keluar dari zona nyaman.
Terkadang saat berada di zona nyaman, kita rela untuk melewatkan sesuatu yang luar biasa, demi mempertahankan kondisi di mana kita tahu tidak akan hal buruk yang berisiko membahayakan.
Terkadang aku pun merasa seperti ingin “lari”. Tapi akhirnya, pertanyaan yang akan aku tanyakan pada diriku sendiri adalah alasan mengapa aku ingin pergi. Aku menyadari ternyata kita tidak bisa terus lari. Pasti dalam hidup ada satu masa yang mengharuskan kita untuk menemukan “rumah” dalam diri sendiri. Jadi, kita bisa merasa selalu di “rumah” di manapun atau kapanpun kita berada. Pada akhirnya, kita bisa baik-baik saja dengan pikiran-pikiran sendiri.
Pasti dalam hidup ada satu masa yang mengharuskan kita untuk menemukan “rumah” dalam diri sendiri.
Jika melihat kembali ke belakang, perjalanan diriku yang sekarang melibatkan begitu banyak orang dan situasi yang berbeda-beda. Aku kurang percaya dengan istilah self-made. Sebaliknya, aku percaya bahwa butuh banyak orang untuk membentuk satu individu. Di balik jati diri seseorang ada jerih payah seribu orang dalam pembentukannya. Itulah yang terjadi padaku. Dalam aspek karier, awalnya aku hanyalah seorang ilustrator paruh waktu. Namun karena bertemu dengan banyak orang, mendapat dukungan dari banyak orang, yang bahkan banyak aku dapatkan dari teman-teman di media sosial, aku bisa mendapat lebih banyak kesempatan.
Di balik jati diri seseorang ada jerih payah seribu orang dalam pembentukannya.
Dalam perjalanan itu pun, aku melihat kata “penerimaan” menjadi kata kunci dalam pembentukan diriku baik secara personal maupun profesional. Sebelum kuliah, aku berada di lingkungan yang cukup homogen. Aku berupaya keras untuk bisa diterima dengan standar yang ada dan bisa berbaur. Ternyata upaya itu cukup berat hingga membuatku jadi sulit menerima diri sendiri. Terkadang aku merasa tidak aman dan selalu cemas. Perihal menguncir rambut saja tidak berani karena merasa akan terlihat jelek atau aneh.
Tapi itu semua berubah ketika aku berada di kuliah jurusan seni di mana begitu banyak orang-orang yang terlihat eksentrik dan unik menurut pemahaman mereka sendiri-sendiri. Ternyata, berada di lingkungan dengan beragam orang yang berbeda bisa menggali sesuatu dalam diri yang tersembunyi. Aku merasa menerima banyak dukungan atas apa yang aku lakukan dan apa adanya aku. Sekaligus memahami bahwa tidak selamanya perjalanan akademis atau karier harus selalu kompetitif. Ada lebih dari satu cara untuk mencapai sesuatu, dan menang bersama-sama rasanya lebih nikmat.
Tidak selamanya perjalanan akademis atau karier harus selalu kompetitif. Ada lebih dari satu cara untuk mencapai sesuatu, dan menang bersama-sama rasanya lebih nikmat.
Saat ini, walaupun aku sudah cukup menerima diri sendiri, tapi aku merasa belum menjadi versi paling otentik 100%. Aku merasa ketika kita sudah menjadi otentik 100% berarti tidak ada lagi yang perlu dipelajari dan diubah. Sedangkan, mengubah konsep yang sudah kita tahu selama ini dan harus percaya pada suatu konsep baru yang ada di luar kita adalah hal yang sulit. Contohnya dalam aspek profesional, terkadang aku sulit untuk jujur ke diri sendiri atau kepada audiens jika pada satu waktu aku sedang tidak merasa dalam suasana ingin menggambar. Atau misalnya aku bisa bilang berkarya untuk diri sendiri dan tidak butuh validasi, tapi ternyata aku juga tidak bisa menyangkal bahwa aku berharap karya itu bisa direspon positif. Saat tahu ternyata ada orang yang kurang suka dengan karyaku, aku masih bisa goyah dengan prinsip “berkarya bukan untuk validasi”. Artinya, aku masih bisa tidak jujur pada diri sendiri dan belum otentik. Tapi aku berharap suatu hari nanti, aku bisa benar-benar menjadi otentik 100%.
Kota Jepara adalah kota kecil di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Jepara terletak di pantai utara Jawa, utara-timur dari Semarang, tidak jauh dari Gunung Muria. Itu juga merupakan kota utama distrik Jepara, yang memiliki populasi sekitar 1 juta. Jepara dikenal sebagai Kota Ukir seni Jawa serta tempat kelahiran Kartini, pelopor di bidang hak-hak perempuan untuk Indonesia. Populasi adalah hampir seluruhnya Jawa dan lebih dari 95% Muslim. visit:
Pariwisata yang terkenal di kota Jepara diantaranya:
dan masih banyak lagi gan,
Jepara dikenal untuk industri mebel yang, terutama furniture jati. Industri ini mempekerjakan sekitar 80.000 orang, yang bekerja di sejumlah besar lokakarya terutama kecil. Perdagangan telah membawa kemakmuran yang cukup besar untuk Jepara, jauh di atas rata-rata untuk Jawa Tengah. Karena ada perdagangan ekspor yang besar, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan mata uang lainnya mungkin telah menyebabkan peningkatan pendapatan untuk [pembuat mebel].
Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Terletak di sebelah utara Jawa Tengah, kabupaten ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Di masa lalu, Jepara pernah menjadi bandar niaga utama Pulau Jawa.
Kendati Jepara telah berdiri sejak masa kolonial Hindia Belanda, namun Kabupaten Jepara baru terbentuk pada tanggal 8 Agustus 1950 berdasarkan UU 13/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Djawa Tengah.
Hari jadi Kabupaten Jepara ditetapkan pada tanggal 10 April 1549 berdasarkan Peraturan daerah (Perda) Tingkat II Jepara Nomor 9 Tahun 1988 tentang Hari Jadi Jepara. Penetapan perda itu mengacu pada tokoh Putri Retno Kencana, yang dinobatkan selaku penguasa Jepara dengan nama Nimas Ratu Kalinyamat.
Dalam sejarahnya, Kabupaten Jepara tidak dapat dilepaskan dengan sosok Raden Ajeng Kartini (1879-1904), tokoh perempuan Jawa yang memperjuangkan emansipasi dan hak-hak perempuan di masa kolonial. RA Kartini pada masanya mendongkrak kultur feodalistik dan paternalistik, serta mengilhami perempuan melawan diskriminasi terhadap kaum hawa.
Secara administratif, Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, 11 kelurahan, dan 184 desa. Kabupaten dengan luas wilayah 1.004,132 kilometer persegi ini dihuni oleh 1,18 juta jiwa berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2020. Sejak tahun lalu, Kabupaten Jepara dipimpin oleh Bupati Dian Kristiandi. Sementara itu, untuk posisi wakil bupati masih kosong hingga saat ini.
Nama Jepara dalam catatan sejarah memiliki beberapa makna. Nama Jepara menurut C Lekkerkerker berasal dari kata Ujungpara yang kemudian berubah menjadi kata Ujung Mara, Jumpara, dan akhirnya menjadi Jepara atau Japara. Kata tersebut memiliki makna pemukiman para pedagang yang berniaga ke berbagai daerah.
Sementara itu, sejarawan De Graaf menjelaskan bahwa “Jepara”, “Jung Mara”, atau “Ujung Mara” kemungkinan merupakan nama tempat yang lebih tua, yang disebutkan dalam cerita-cerita tutur Jawa dan dalam buku-buku cerita mengenai kisah sejarah legendaris kota pelabuhan itu. Dugaan ini tampaknya sesuai dengan sumber tradisional Jawa yaitu Serat Pustaka Raja Purwara, yang menyebutkan bahwa daerah Jepara dan Juwana merupakan daerah kekuasaan Sandang Garba, rajanya para pedagang (koning der koopleiden).
Dalam laman resmi Kabupaten Jepara disebutkan, Jepara mulai dikenal pada abad ke-8 Masehi dengan berdirinya Kerajaan Kalingga yang diperintah oleh Ratu Shima. Keyakinan ini didasarkan pada penemuan benda-benda perhiasan cap Kerajaan Ratu Shima di Desa Drojo, Kabupaten Jepara.
Sementara itu, menurut seorang penulis Portugis, Tomè Pires, dalam Suma Oriental, Jepara baru dikenal pada abad ke-15 (1470). Ketika itu, Jepara merupakan pelabuhan perdagangan kecil yang dihuni oleh sekitar 90 sampai 100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur serta berada di bawah pemerintahan Demak.
Aryo Timur berhasil mengembangkan kota pantai yang dikelilingi oleh benteng kayu dan bambu itu menjadi bandar yang cukup besar. Kondisi fisik pelabuhan Jepara menurut ukuran waktu itu sangat baik, sehingga setiap pelaut dan pedagang yang datang ke Jawa atau akan melanjutkan perjalanan menuju Maluku selalu singgah di pelabuhan Jepara.
Aryo Timur kemudian digantikan oleh putranya bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara menjadi kota niaga. Pati Unus yang dikenal pula dengan julukan Pangeran Sabrang Lor ini sangat gigih melawan Portugis di Malaka yang menguasai rantai perdagangan di kepulauan.
Pada tahun 1512, Pati Unus berangkat dengan armadanya dari 100 kapal berisikan 12.000 prajurit berusaha mengusir Portugis dari Semenanjung Malaka. Meski peperangan ini membawa kekalahan baginya, namun tidak mengurangi kebesaran dan kepahlawanan Pati Unus.
Setelah Pati Unus wafat, ia digantikan oleh ipar Faletehan, yakni Fatahillah yang berkuasa pada 1521-1536. Kemudian pada tahun 1536 oleh Sultan Trenggono sebagai penguasa Demak, Jepara diserahkan kepada anak dan menantunya, yaitu Retno Kencono dan Sultan Hadirin.
Sultan Trenggono tewas dalam Ekspedisi Militer di Panarukan Jawa Timur pada tahun 1546. Sepeninggalnya, tepatnya tahun 1549, muncul perebutan Kerajaan Demak hingga menewaskan Sultan Hadlirin di tangan Aryo Penangsang.
Kematian itu membuat Retno Kencono sangat berduka dan meninggalkan kehidupan istana untuk bertapa di bukit Danaraja. Baru setelah terbunuhnya Aryo Penangsang oleh Sutawijaya, Retno Kencono bersedia turun dari pertapaan dan dilantik menjadi penguasa Jepara bergelar Nimas Ratu Kalinyamat.
Di bawah kepemimpinan Ratu Kalinyamat (1549-1579), Jepara tumbuh sebagai bandar niaga utama di Pulau Jawa, yang melayani ekspor impor. Di samping itu, juga menjadi Pangkalan Angkatan Laut yang telah dirintis sejak masa Kerajaan Demak.
Ratu Kalinyamat juga dikenal gigih dalam melawan penjajah. Pada tahun 1550 dan 1570, Ratu Kalinyamat bekerja sama dengan Aceh, mencoba mengusir Portugis dari semenanjung Malaka, kendati mengalami kekalahan.
Makam Ratu Kalinyamat
Pada permulaan abad ke-17, pelabuhan Jepara menjadi tempat mendarat orang-orang asing bila akan menghadap ke Mataram. Di tempat ini pula, duta-duta Staten Generaal yakni Gaspar van Zurck, dan Balthazar van Eyndhoven mendarat sebelum menghadap Panembahan Senapati. Dari Panembahan Senapati, pihak Belanda mendapat janji untuk mendirikan sebuah establisemen di Jepara dan akan mendapatkan pasokan beras. Namun demikian, keinginan itu tidak terwujud dan Belanda hanya boleh mendirikan sebuah rumah kecil di Jepara.
Karena Jepara merupakan gudang beras untuk mengumpani pegawai dan serdadu Kompeni, maka organisasi pembelian serta alat-alatnya harus kuat. Itulah sebabnya pada tahun 1617, Gubernur Jenderal Reaal mendarat di Jepara dan memerintahkan pendirian gedung serta gudang dari batu, tanpa seizin Panembahan Senapati. Untuk memikat hati penduduk, mereka dibolehkan berlayar di pelabuhan dan lautnya sendiri untuk melakukan perdagangan dengan Maluku. Alih-alih menggubrisnya, penduduk yang patriotik ini justru menolak sama sekali untuk menjual berasnya kepada Belanda.
Memasuki tahun 1651, Belanda mendirikan loji dan perbentengan untuk keperluan perbekalannya. Akhirnya Mataram pun mengambil tindakan dengan menutup akses pelabuhan Jepara.
Pada saat pemberontakan Trunojoyo terjadi, Jepara menjadi tujuan perginya Cornelis Speelman yang dijuluki penakluk Makassar. Dari sini pula, ia mengutus pihak-pihak pribumi untuk menandatangani perjanjian perdamaian, yang tentunya menguntungkan Belanda. Namun, Trunojoyo menolak gagasan berdamai dengan Mataram -yang pada saat itu disokong oleh Belanda.
Sejak itulah, Jepara mulai menghadapi masa suram. Setelah Raja Mataram meninggal, sang Putra Mahkota pergi ke Jepara untuk menandatangani perjanjian dengan Speelman. Perjanjian tersebut memutuskan bahwa raja harus membayar kembali biaya yang dikeluarkan untuk memusnahkan Trunojoyo dan menjadikan Kota Semarang sebagai jaminannya.
Setelah penandatanganan tersebut (1677), kesibukan di Jepara seakan terhenti, sebab pusat perdagangannya telah dipindahkan ke Semarang oleh Belanda. Tetapi, Belanda tetap mengukuhi perbentengannya di Jepara untuk memblokade laut Jawa agar perdagangan pribumi lumpuh dan jatuh ke tangan Belanda.
Di masa perang Surapati, perbentengan Jepara lebih diperkuat dan hanya tersisa kekuasaan militer Belanda saja. Kemudian di tahun 1719, dalam rangkaian perang suksesi, Arya Mataram menyerah kepada Belanda bersama pasukannya. Di Jepara pula, ia bersama enam putra dan dua menantunya dicekik mati. Dengan demikian, sejarah kegemilangan Jepara kian lama kian surut dan pudar.
Pada masa peperangan Tionghoa dan Madura (1741-1745), Jepara seluruhnya jatuh dalam kekuasaan penjajah sebagai bayaran perang. Kemasyhuran kerajinan tangan serta kesenian rakyat mulai surut dan hampir padam akibat banyaknya peperangan.
Setelah Indonesia merdeka, Kabupaten Jepara ditetapkan sebagai daerah otonom yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganja sendiri berdasarkan UU 13/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Djawa Tengah, Kabupaten Jepara dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1950.
TEMPAT WISATA DI JEPARA, SURGA TERSEMBUNYI DI JAWA TENGAH
Banyak orang mengenal Kabupaten Jepara karena keberadaan Kepulauan Karimunjawa yang disebut sebagai salah satu "surga" bawah laut di Indonesia.
Kota Jepara sudah identik dengan keindahan alam di Kepulauan Karimunjawa. Gugusan yang terbentuk lebih dari 20 pulau kecil ini dikembangkan sebagai wisata taman laut dengan banyak spot menarik. Kamu bisa snorkeling untuk menyaksikan indahnya biota laut, singgah di penangkaran hiu, tracking ke hutan mangrove, mengunjungi banyak pantai sekaligus, wisata kuliner, hingga wisata religi.
Air Terjun Jurang Nganten terdiri dari tebing tegak dengan kucuran air cenderung tenang. Air terjun setinggi 50 meter ini bisa ditempuh dengan berkendara selama 40 menit dari pusat kota Jepara. Untuk menuju ke sana, kamu perlu trekking sekitar 500 meter dengan medan yang lumayan terjal. Tetapi begitu sampai di sana, gemericik air dan juga pepohonan yang asri bakal langsung menyambutmu. Apalagi suasananya tenang, karena belum banyak terjamah wisatawan.
Lokasi: Dukuh Turung, Desa Tanjung, Kecamatan Pakis Aji, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Di pinggir pantai ini berdiri Benteng Portugis yang sudah ada sejak 1923 dan menjadi cagar budaya yang dilindungi pemerintah. Selain ramai dikunjungi karena tampak gagah, banyak orang yang datang untuk berenang di pantai. Tepian pantainya tak berupa pasir, melainkan batuan dan tebing. Karena itu, banyak yang memanfaatkannya untuk memancing. Fasilitasnya sudah cukup lengkap, mulai dari kamar mandi hingga gazebo untuk bersantai. Lokasi: Jalan Benteng Portugis - Tayu KM 48, Donorejo, Banyumanis, Donorojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Pulau seluas 19 hektare ini dikelilingi perairan dangkal yang sangat jernih dan dipenuhi terumbu karang. Keindahan yang ditawarkan pulau ini tak kalah dengan Karimunjawa, udara bersih serta lingkungannya yang asri jadi daya tarik utamanya. Beberapa aktivitas yang bisa kamu lakukan selain bersepeda antara lain snorkeling, berkemah, hingga wisata religi mengunjungi makam Syekh Abu Bakar Bin Yahya Ba'alawi. Lokasi: Ujungbatu, Jepara, Jawa Tengah.
Pantai Punuk Sapi juga populer disebut sebagai Pantai Lemah Abang yang berarti "pantai tanah merah". Dinamai demikian karena memang pantai ini dipenuhi gundukan hingga bukit dengan tanah berwarna merah yang sekilas bentuknya mirip punuk sapi. Pantai ini memiliki pasir berwarna hitam, tapi gak kalah cantik dibanding pantai-pantai berpasir putih. Terdapat hammock dan ayunan yang bisa kamu gunakan untuk bersantai, sekaligus berfoto dari atas ketinggian. Lokasi: Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Hutan Wisata Sreni atau Sreni Indah berada di kaki Gunung Muria dan merupakan hutan pinus dengan hawa sejuk. Meski termasuk hutan lindung, kawasan Hutan Wisata Sreni juga dikembangkan sebagai kawasan wisata. Terdapat instalasi unik untuk berfoto dan gardu pandang di atas pohon pinus yang bisa kamu nikmati. Selain itu, area seluas 110 hektare yang dikelola Perhutani itu juga kerap menjadi tempat berkemah yang menyenangkan. Lokasi: Desa Bategede Kecamatan Nalumsari, Jepara, Jawa Tengah.
Zaman dahulu, Gua Tritip merupakan tempat pertapaan seorang tokoh bernama Mbah Joyo Kusumo. Warga setempat menganggap tempat tersebut sebagai petilasannya. Di sekitar gua batu terdapat perahu kayu yang konon menjadi tempat pertapaan Mbah Joyo Kusumo. Meski demikian, kini Gua Tritip jauh dari kata seram, karena sudah dikelola dengan baik sebagai tempat wisata. Kamu bahkan bisa bersantai di gazebo atau gardu pandang yang dibangun di sana. Lokasi: Desa Uluwatu, Kecamatan Donorojo, Jepara, Jawa Tengah.
Pantai Pungkruk punya kemiripan dengan Pantai Jimbaran, Bali. Gak cuma menarik karena lautnya, kawasan ini merupakan tempat wisata kuliner terbesar di Jepara. Banyak rumah makan bergaya gazebo dan rumah apung berdiri di atas pantai berkarang ini. Menu yang disajikan pun beragam, seperti aneka olahan ikan laut hingga makanan khas Jepara. Lokasi: Desa Mororejo, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Desa ini punya hamparan sawah yang indah dengan latar gagahnya pegunungan. Salah satu spot yang jadi favorit pengunjung adalah Bukit Bejagan. Bukit ini memiliki rumah pohon yang menjorok langsung ke tebing, memungkinkan kamu menikmati pemandangan hutan dan bukit dari ketinggian. Lokasi: Dukuh Duplak, Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Air Terjun Setatah memang tidak terlalu tinggi, tapi punya karakteristik lebar dan bertingkat. Lingkungannya masih sangat asri dengan dikelilingi pepohonan serta area persawahan. Selain Air Terjun Setatah, kamu bisa menemukan banyak air terjun lainnya yang masih berada dalam area Batealit, seperti Kedung Cengger, Dong Paso, Kedung Bobot, dan sebagainya. Lokasi: Desa Batealit, Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
https://www.idntimes.com/travel/destination/putriana-cahya/10-tempat-wisata-di-jepara-surga-tersembunyi-di-jawa-tengah/10/full
Jepara adalah sebuah kota yang terletak di pantai utara Jawa Tengah. Selain dikenal sebagai kota ukir kayu yang menghasilkan berbagai furnitur berkualitas tinggi, ternyata Jepara juga berpotensi dalam seni tekstil.
Setidaknya terdapat 3 jenis kain tradisional yang diproduksi di Jepara. Masing-masing memiliki keunikannya tersendiri. Yuk, kenalan dengan mereka!
Kriya batik Jepara memang tidak sepopuler saudaranya, tenun Troso. Bahkan, kini batik tersebut sudah jarang beredar. Padahal, perkembangannya sudah dimulai sejak era Ibu Kartini, lho.
Alkisah, Ibu Kartini mahir membatik dan turut mengajarkan keterampilan tersebut kepada para wanita di sekitar kediamannya. Beliau juga menulis karangan tentang batik dalam Bahasa Belanda. Karena beliau berperan penting dalam perkembangan batik Jepara, namanya pun diabadikan dalam salah satu motif.
Motif Parang Poro. (Sumber: Blog NgertiBatik)
Parang Poro: Menggambarkan ranting dan daun yang saling berkait. Maknanya yaitu dalam kehidupan, manusia saling membutuhkan.
Motif Sekar Jagat Bumi Kartini. (Sumber: Blog NgertiBatik)
Sekar Jagat Bumi Kartini: Merupakan modifikasi motif Sekar Jagat dengan garis pembatas berbentuk bunga melati. Motif ini mengandung harapan bahwa batik Jepara akan lebih dikenal di seantero negeri.
Kain tenun Troso berasal dari Desa Troso, Kabupaten Jepara dan mulai diproduksi sejak 1935. Awalnya kain tersebut dibuat menggunakan alat tenun gedog, berganti ke alat tenun pancal pada 1943, dan pada 1946 beralih ke Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sampai saat ini.
Bahan kain yang dipergunakan antara lain sutra untuk tenun kelas atas dan katun untuk tenun kualitas reguler. Motif yang terkenal yaitu motif airbrush, motif wayang, dan motif etnik.
Kain tenun Jepara. (Sumber: Blog Karya Tenun Jepara)
Selain dijual dalam bentuk potongan kain, tenun Troso juga diolah menjadi sajadah, sarung, taplak meja, dan berbagai kreasi unik lainnya. Setiap meternya kain tenun Troso dibanderol mulai Rp10.000,00-Rp35.000,00 sementara harga perpotongnya berkisar antara Rp100.000,00-Rp600.000,00.